Langsung ke konten utama

[CERPEN] Coklat Kacang Ellisa





                                                           Coklat Kacang Ellisa                                
                                                           Oleh : Shela Gumilang

Sejuknya suasana Minggu pagi kembali membungkus udara di kota Bandung, seperti biasa aku memulai Minggu pagi dengan melakukan kegiatan positif lari pagi di lapang Saparua, sudah satu bulan ini aku rutin melakukannya. Ini sungguh baik bagi kesehatan jiwa dan asmaraku, ah ya asmara, mungkin orang bilang aku sedang jatuh cinta. Seorang gadis penjual kue kacang berlapis coklat itu sudah dengan kurang ajar menggetarkan hatiku.

Sejak satu bulan lalu gadis yang bahkan sampai sekarang tak pernah aku tahu namanya itu benar-benar sudah menggerakan hatiku untuk selalu lari pagi ke lapang Saparua dan selama itu pula aku sering membeli kue kacangnya, sayang aku tak pernah berani menyapanya lebih dari sekedar “Mbak..kuenya lima, ya.”

Tapi hari ini aku memberanikan diri untuk menyapanya, oke mengajak dia berbicara lebih tepatnya. Yaahhh satu bulan menjadi pemuja rahasia bagiku cukup merepotkan.

Selesai berkeliling lapang Saparua aku segera menuju tempatnya biasa berjualan, di bawah pohon rindah di sudut lapang Saparua.

“Mbak..kuenya lima, ya,” kataku seperti biasa.

Seperti biasa pula dia hanya mendongkak sambil tersenyum kepadaku, emmhh maksudnya kepada pelanggannya. Jangan tanya bagaimana rasanya melihat senyuman manis dari wajah cantiknya itu. Setiap kata yang sudah susah payah kurangkai untuk mengajaknya berkenalan seolah hilang ditelan senyumnya. 

Tak lama kemudian dia menyerahkan lima kue kacang berlapis coklat itu dalam satu plastik kepadaku lalu kuserahkan pula uang lima ribuan padanya. Setelah transaksi kami berakhir bingunglah aku harus memulai dari mana untuk mengajaknya berkenalan. Aku hanya mampu mematung di hadapannya.

“Ada apa? Uangnya pas kan?” katanya tiba-tiba, suaranya astaga, begitu menenangkan. Aku makin tak waras rasanya.

“Iya, tapi akan lebih pas kalau kita berkenalan,” astaga Dias kalimat macam apa barusan?!

“Apa?” katanya dengan raut wajah bingung tapi tetap cantik, ah fokus Dias!

“Aku Dias,” kataku tegang.

“Oh aku...aku.. Ellisa,” Dan akhirnya aku pun mengetahui siapa namanya, kami pun berjabat tangan untuk pertama kalinya.

Dengan raut wajah yang berlagak santai aku segera mengambil posisi duduk di sebelahnya dan memulai pembicaraan yang serius. Lah?

“Aku suka kue kacangmu tapi kalau dikacangin kamu aku ngga suka.” Tolonglah Dias, bisa sedikit serius?

“Syukurlah, kalau mau kau boleh belajar membuatnya biar tak usah repot-repot setiap Minggu datang ke sini hanya untuk membeli lima kueku.”

Aku tersentak mendengar kalimat terpanjangnya barusan. Jadi selama ini dia menyadari kalau aku adalah salah satu pelanggan setianya? Antara malu dan senang yang kurasa sekarang.

“Hehehehehehe.....” Itulah kalimat yang keluar dari mulutku menanggapi ucapannya barusan sambil tak lupa menggaruk kepalaku yang tak gatal.

“Kau bantu aku berjualan, setelah habis kau boleh ikut aku ke rumahku dan kita belajar membuatnya, bagaimana?”

Ah kukira anak gadis ini amat suka berbicara, malah aku yang tak bisa berkata-kata dibuatnya.

“Baiklah,” jawabku gugup.

***
Dua jam kemudian aku sudah berada di dapur rumah Ellisa, kulihat dia begitu sibuk dengan kegiatannya membuat kue kacang berlapis coklat. Awalnya dia memang memintaku untuk mengikutinya tapi aku tak sanggup. Oh sungguh Ellisa kau tak pernah tahu betapa buyar semua konsentrasiku saat berhadapan denganmu.

“Ellisa, aku liatin kamu saja ya, kalau aku ngikutin takutnya malah jadi ngerecokin, aku ga pernah masak hehe.”

“Baiklah, tapi sebenarnya ini gampang Dias, liat ya.”

Kulihat Ellisa membuka satu batang coklat yang dia potong menjadi beberapa bagian  kemudian dia masukan ke dalam sebuah panci kecil dan memasukan air ke dalamnya. Selanjutnya dinyalakan kompor gas olehnya dan menyimpan panci berisi potongan batang coklat itu di atasnya agar coklat itu meleleh seperti hatiku ketika berada pada jarak dekat dengan Ellisa. 

“Sekarang tinggal tunggu airnya panas, Dias, lalu coklatnya dihancurkan sampai terasa lembut.”

“Bagaimana mengetahui coklat itu sudah lembut, Ellisa?” Oke Dias, pertanyaan bagus!

“Sini kau yang aduk Dias, nanti kamu bisa rasakan sendiri.” Aku mulai mengaduk-ngaduk coklat di atas panci itu.

Sementara itu aku melihat Ellisa sibuk mengisi cetakan coklat dengan berbagai bentuk dan dia masukan kacang yang sudah digoreng sebelumnya ke dalam cetakan itu. Saat sedang memasak seperti ini kecantikannya bertambah sampai 180 derajat. Ya Tuhan tolonglah kuatkan iman hamba berhadapan dengan bidadari cantik ini......

“Dias kalau coklatnya sudah lembut langsung masukan ke dalam cetakan ya,” katanya membuyarkan khayalanku.

“Siap tuan putri,” oh maaf aku spontan mengucapkannya.

“Kau ini bisa saja,” tanggapannya biasa saja rupanya.

Kini aku pun mulai sibuk menumpahkan sedikit-sedikit coklat ke dalam cetakan dengan mengunakan sendok, Ellisa ada di belakangku sambil memerhatikan. Sungguh ini lebih menegangkan dibandingkan berhadapan dengan dosen saat sidang tugas akhir.

“Ellisa, kamu jangan terlalu banyak makan coklat ya,” Aku berusaha tetap santai mengisi setiap cetakan coklat meski debar jantung tak karuan bunyinya.

“Biar ngga gendut maksudmu?”

“Bukan, nanti kamu jadi makin manis hehehehehe....” Gombalan macam apa pula ini, Dias?!! Aku mengutuk diriku sendiri dan Ellisa pun hanya tersenyum tipis mendengar ucapanku barusan.

“Sudah selesai belum, Dias?” Tanya Ellisa mengalihkan pembicaraan.

“Sudah nih,”

“Nah sekarang tinggal lepaskan coklat dari cetakannya, Yas.” Aku pun menuruti perintah Ellisa.

“Kalau untuk jualan kan aku biasanya membungkus satu per satu coklatku dengan plastik wrap, kamu juga bisa melakukannya tapi biar lebih cantik kamu bisa memasukan coklat-coklat itu ke dalam kotak coklat, kamu bisa memberikannya pada kekasihmu, Yas.”

“Ah kamu ini bisa aja Ells, aku masih sendiri hehehe..”  Seperti biasa aku menggaruk-garuk kepalaku yang tak gatal sama sekali setiap menanggapi perkataan apapun yang dilontarkan gadis cantik ini.

“Ah ya? Aku juga masih sendiri.” Kembali aku tersentak mendengar ucapan gadis yang semakin aku mengenalnya semakin aku dibuat penasaran olehnya. Pernyataannya barusan, kodekah?

Lalu kulihat ada semburat merah dipipinya yang kian merona. Kami pun saling berpandangan dan saling melemparkan senyum seolah mengerti maksud hati satu sama lain.

***



Komentar

Posting Komentar

Mari berkomentar, mari berkawan! Ketahuilah, komentarmu sangat berarti. Terima kasih :))))

Postingan populer dari blog ini

Manis Pait Tukang Jarkom

Pernah denger istilah “Jarkom”? Pastilah ya pasti banget. Ini istilah paling fenomenal di kalangan anak SMA khususnya sih Mahasiswa. Gue sendiri pertama denger istilah ini pas jaman-jaman ospek kuliah, banyak benget yang ngomong “kalo ada info apa-apa jarkom ya” awalnya gue bingung sih apaan itu jarkom, tapi setelah gue nyari info ternyata jarkom ini sebenernya kata lain dari istilahnya anak alay “send all” yang lebih kekinian. Gitu. Sadar gak sadar istilah ini seolah menjadi bagian yang penting dalam kehidupan keseharian mahasiswa khususnya. Gue yakin banyak mahasiswa yang hampir tiap harinya keluar istilah ini dari mulut mereka, yaa apalagi mereka para aktivis kampus. Bener gak? Kata orang pinter sih (baca:Google) jarkom itu kependekan dari “jaringan komunikasi” dimana satu orang dalam organisasi harus menyampaikan informasi dengan cara menyebarkannya melalui media elektronik ke semua anggota di organisasi tersebut. Biasanya sih orang humas yang jadi tukang jarkom. Namanya humas k

Naskah Berita, Liputan Objek Wisata Situ Lengkong Panjalu

Sumber gambar: Google Objek wisata Situ Lengkong Panjalu merupakan perpaduan objek wisata alam, budaya dan ziarah yang terdapat di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Situ Lengkong Panjalu merupakan sebuah danau dengan luas 57,95 hektar dan kedalaman air sekitar 4 sampai 6 meter. Dengan menumpuh jarak 32 km dari Kota Ciamis kita sudah bisa sampai di tempat wisata ini.  Untuk masuk ke tempat wisata ini kita cukup merogoh kocek sebesar Rp. 3000/orang. Di tengah danau Situ Lengkong terdapat pulau yang disebut dengan Nusa Gede yang menjadi tujuan ziarah wisatawan. Nusa Gede pada awalnya merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Panjalu dan kini di dalamnya terdapat makam Hariang Kencana yang merupakan anak dari Prabu Sanghyang Borosngora yang merupakan Raja Islam pertama di Kerjaan Panjalu. Masyarakat Panjalu sendiri menyebut Hariang Kencana sebagai Syekh Panjalu. Menurut cerita dari mulut ke mulut masyarakat sekitar bahwa air yang terdapat di danau Situ Panjalu merupakan tetesan ai

[CERPEN] Januari

Januari Oleh: Shela Gumilang Hari itu adalah hari ke empat di bulan Januari saat tanpa sengaja kita dipertemukan kembali di alun-alun kota setelah beberapa bulan tak bersua. Saat itu ku pikir rasaku padamu tak lagi sama seperti dulu, ku kira aku sudah mati rasa padamu, namun nyatanya setelah melihat senyummu itu hari-hariku seperti menjadi rusak dibuatnya. Hanya karena seulas senyum, aku dibuat menggila karenanya. Tapi apa kau tahu bahwa setelahnya juga aku merasa sakit? Sungguh tak ada yang lebih sakit ketika kita harus bertemu kembali namun seolah sebelumnya tak pernah terjadi apa-apa diantara kita. Kau hanya tersenyum kepadaku, lalu aku merasa semakin tak waras karenanya dan kau pergi lagi begitu saja tanpa sepatah kata pun. Aku melihatmu melangkah pergi saat itu, berjalan melewatiku tanpa sedikit pun ingin menatapku lagi sedangkan lidahku kelu tak mampu hanya sekedar untuk memanggil namamu. Hari berganti hari tapi bayangan tentang senyummu pagi itu seolah tak perna