Januari
Oleh: Shela Gumilang
Hari
itu adalah hari ke empat di bulan Januari saat tanpa sengaja kita dipertemukan
kembali di alun-alun kota setelah beberapa bulan tak bersua. Saat itu ku pikir
rasaku padamu tak lagi sama seperti dulu, ku kira aku sudah mati rasa padamu,
namun nyatanya setelah melihat senyummu itu hari-hariku seperti menjadi rusak
dibuatnya. Hanya karena seulas senyum, aku dibuat menggila karenanya.
Tapi
apa kau tahu bahwa setelahnya juga aku merasa sakit? Sungguh tak ada yang lebih
sakit ketika kita harus bertemu kembali namun seolah sebelumnya tak pernah
terjadi apa-apa diantara kita. Kau hanya tersenyum kepadaku, lalu aku merasa
semakin tak waras karenanya dan kau pergi lagi begitu saja tanpa sepatah kata
pun. Aku melihatmu melangkah pergi saat itu, berjalan melewatiku tanpa sedikit
pun ingin menatapku lagi sedangkan lidahku kelu tak mampu hanya sekedar untuk memanggil
namamu.
Hari
berganti hari tapi bayangan tentang senyummu pagi itu seolah tak pernah lepas
dari benakku. Baru ku rasakan kini tentang bagaimana kita berusaha melupakan
justru ingatannya semakin kuat untuk muncul kembali dan lucunya ini tentang
kamu yang dulu aku benci. Sampai tibalah pada malam itu, ketika aku hendak
pergi berlibur ke kota Gudeg dan kau pun ada di sana. Hai..selamat bertemu lagi.
“Sehat?”
tanyamu.
Sehat?
Tentu saja fisikku ini sangat sehat tapi kamu tak pernah tahu betapa jantungku
tak pernah bekerja dengan normal ketika berhadapan denganmu. Sungguh aku tak
bisa membayangkan bagaimana jadinya liburanku jika harus berdekatan denganmu.
“Nanti
aku ingin menanyakan sesuatu padamu,” katamu yang membuatku semakin terlalu
jauh membayangkan tentang kita. Kau tahu? Ucapanmu itu jelas saja mengganggu
pikiranku selama perjalanan.
***
Malam
berikutnya di alun-alun kota Purworejo bersama segelas kafein favoritmu kita
duduk berdua kembali, berbagi cerita kembali yang sempat terlewatkan oleh
masing-masing dari kita. Lalu sebuah pertanyaan meluncur dengan mulus dari
mulut tipismu itu.
“Kamu
ke mana saja selama ini?”
Oh
sungguh pertanyaan macam apa itu? Apa kau merinduku? Apakah selama ini kau pun
merasakan kehilangan? Apalah aku ini bagimu? Ada banyak pertanyaan dalam
benakku yang sayangnya tak pernah bisa aku utarakan langsung padamu hingga
akhirnya aku menyesal sampai pada detik ini.
Di kota Jogja kuakui banyak kesempatan kita
bisa berbicara berdua tentang perasaan masing-masing atau tentang perasaanku
padamu, tapi sungguh lidahku ini kelu, hanya banyolan-banyolan tak penting yang
keluar dari mulut kita. Sungguh aku menyesal sekarang. Tapi ku harap kau
mengerti bahwa dari setiap banyolan yang keluar dari mulutku aku titipkan
banyak rasa di dalamnya dan harapku padamu muncul kembali. Tapi kenyataan lain
seolah menamparku, kau tak lagi sendiri. Benarkah?
Lucas,
apakah kisah kita benar-benar telah usai di akhir Januari kemarin?
Lucas, apa kau melihat dan mendengar tangis kehilangan dariku?
***
Komentar
Posting Komentar
Mari berkomentar, mari berkawan! Ketahuilah, komentarmu sangat berarti. Terima kasih :))))