Lan,
Oleh: Shela N. G
Gadis
cantik yang kini baru saja menginjak usia 21 tahun itu tengah duduk manis di
salah satu sudut sekolahnya dulu ketika ia masih mengenakan seragam berwarna
putih-biru. Tempat yang menurutnya terlalu banyak menyimpan kenangan indah,
masa-masa kejayaan menjadi murid kesayangan para guru, menjadi murid yang eksis
banyak dikenal diseantero sekolah, masuk kelas unggulan dan tentunya masa-masa
cinta yang tumbuh di atap sekolah; cinta monyet.
Adel
tersenyum tipis mengingat semua kejadian yang bagaikan potongan-potongan film
yang begitu saja melintas dibenaknya. Enam tahun sejak lulus dari sekolah menengah
pertama, dia tak pernah lagi berkunjung ke tempat penuh memori ini dan kini
ternyata sudah banyak yang berubah, akan tetapi perubahan bangunan di sekolah
ini tetap tak akan pernah mampu mengubah kenangan yang pernah ada. Adel masih
mengingat betul di mana ia tepatnya bertemu dengan cinta monyetnya untuk
pertama kali dan di sudut sekolah bagian mana mereka mencuri-curi waktu hanya
untuk bertemu ketika jam istirahat. Bagaimana Adel memerhatikan lelakinya waktu
itu ketika bermain basket, bagaimana mereka saling melirik ketika sedang
upacara bendera, ah semua kenangan-kenangan itu kembali melintas pada memori
otaknya yang membuatnya tiba-tiba merasakan rindu setelah sekian lama bahkan
memikirkan tentangnya pun tak pernah ia sempat lagi.
Adel
segera bangkit dari tempat duduknya sekarang, kemudian mulai berkeliling
mengitari sekolah lamanya itu. Ketika tiba sebuah ruangan kelas yang sepertinya
sekarang sudah berubah fungsi menjadi ruangan tata usaha, Adel ingat betul,
enam tahun lalu sebelum dia dinyatakan lulus dari sekolah ini ruangan itu
adalah kelas 9c di mana dia pernah mencuri waktu dengan cinta monyetnya untuk
bertemu ketika sedang diadakan pelantikan pramuka di sekolahnya. Adel pun
tertawa pelan ketika kembali mengingat peristiwa itu.
Kemudian
matanya beralih pada ruangan kelas di sebelahnya. Ah, kelas 9d kelas cinta
monyetnya dulu. Dulu, Adel sering kali melihatnya dengan lihai memainkan
gitarnya di depan pintu kelas, diam-diam mendengarkan pujaan hatinya saat
bersenandung, pemandangan yang mengasyikan bagi Adel.
Adel
pun kembali duduk pada bangku yang terdapat di depan kelas 9d itu, perlahan
membuka isi tasnya dan mengeluarkan sebuah buku diary dan mulai menuliskan
segala rindunya kini.
***
Lan, apa kabar?
Entahlah, mengapa tanganku tiba-tiba
tergerak untuk mengukir kalimat diatas.
Apa kabar? Ya, apa kabar. Mengapa
pula aku seperti tiba-tiba teringatmu dan apa mungkin juga merindu?
Ini sudah lama, sudah sangat lama
berlalu. Pun tentang perasaan sudah terkikis detik, menit, jam, jelas sudah
berlalu dan tak bersisa lagi. Tapi perkara rindu? Mungkin, aku tak dapat
mendiskripsikannya.
Lan, tahukah dulu betapa aku memuja
mata dan suara khasmu? Tapi kini bahkan aku lupa, lupa semua. Semuanya mungkin karena
waktu, waktu yang sepertinya tak pernah berpihak terhadap pertemuan kita. Coba
bayangkan berapa lama kita tak pernah jumpa? Enam tahun kita lulus dari sekolah
ini dan selama itu pula kita berpisah dan pernah lagi dipertemukan. Oh, sungguh
kita benar-benar telah hidup masing-masing tanpa pernah bersua sekalipun.
Lan sekali saja tak pernahkah kamu
mengingatku? Merinduku? Oh, sungguh aku bahkan tak yakin kau masih mengingatku
hahaha. Aku tahu, cinta kita hanya cinta yang tumbuh di atap sekolah, SMP.
Mungkin memanng terlalu bocah untuk menyebutnya sebagai cinta. Tapi saat itu
adalah saat-saat yang indah yang pernah ku miliki denganmu. Dulu mencintaimu
tak pernah se-rumit cinta-cinta baru yang sempat aku rasakan setelah berpisah
denganmu.
Oiya Lan, kalau boleh aku jujur
setelah berpisah denganmu tanpa sebab aku sempat galau sepanjang waktu hahaha,
tapi seiring berjalannya waktu, seperti yang aku bilang sebelumnya, karena
waktulah pembunuh rasa terhebat, kini perasaanku padamu pun sudah tak ada artinya
lagi mungkin hanya sebatas kadang-kadang merindu seperti pada teman-teman SMP
yang lainnya, tapi kau tak perlu khawatir Lan. Kamu tetap cinta monyetku yang
paling menyenangkan! Sekarang aku sudah lelah Lan, sudah terlalu banyak hati
yang berkali-kali mencoba untuk tinggal namun akhirnya pergi dan berganti. Lan
doakan aku segera menemukan alasan untuk berhenti mencari, Ah ku doakan kamu
juga Lan!
Lan, terkadang aku ingin sekali
bertemu denganmu. Bukan, bukan untuk mengulang kembali semuanya, karena aku tahu
semuanya sudah tak berarti lagi kini. Aku hanya ingin kembali mengingat semua
yang sudah terlupa. Seperti di waktu ini.
Lan, terima kasih untuk pernah
tinggal, terima kasih untuk pernah ada denganku, terima kasih untuk pernah
menjadi bagian hidupku.
***
Adel
kini menutup buku diarynya, beranjak dari tempat ia duduk dan berjalan gontai
meninggalkan bangunan sekolah yang menyimpan penuh memori kisah-kasihnya dengan
sang cinta monyet.
***
Terkadang kita selalu ingin bertemu kembali dengan kenangan, tetapu bukan untuk mengulangi kenangan itu, melainkan belajar banyak hal darinya..
BalasHapusbagus ceritanya, kalau berkenan, mampir ya: muhammadirsyadd.blogspot.co.id :)
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusCukup simpan saja apa yang menjadi kenangan itu karena sesekali mungkin kita akan membutuhkannya.
HapusTerima kasih Mas Irsyadd sudah berkunjung ke mari, saya siap meluncur ke blognya Mas Irsyadd :))